Posted by : Unknown


Bagaimanakah  cara kaum jelata mengekspresikan diri? Barangkali Anda bisa melihatnya di komunitas penggemar vespa gembel.(brekele) atau istilah kerennya Rat scooter Kalau kebanyakan orang suka pamer kemewahan, mereka justru pamer kegembelan. Inilah antitesis dari parade kemewahan di sekitar kita. Komunitas ini mudah dikenali. Mereka umumnya mengendarai vespa rombeng tahun 1980-an atau 1995-an yang dimodifikasi sesuka hati hingga bentuknya aneh-aneh. Ada yang mengganti setang vespanya dengan setang tinggi menjulang. Mereka menyebut model ini sebagai vespa setang monyet karena pengendaranya akan terlihat seperti monyet yang sedang menggelayut di batang pohon. Ada yang menambahi gerobak di samping vespanya. Ada pula yang menceperkan dan memanjangkan badan vespa hingga bermeter-meter. Yang begini mereka sebut vespa long. Ciri lain, vespa model begini dekilnya minta ampun. Maklum, penggemarnya sengaja tidak mencucinya berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. 
Tampilan vespa kian kumuh karena penggemarnya kerap menempelkan aneka ”sampah” di vespa mereka, mulai dari karung goni, gombal, drum bekas, galon air, sandal jepit, CD, selongsong mortir, botol infus, tengkorak sapi, hingga (maaf) celana dalam.batu nisan dll ”Pokoknya makin gembel makin keren. Itu berarti vespanya sering dipakai untuk keliling daerah,” ujar Farid alias Cak Ketep (21), anggota Komunitas Vespa Gembel Ngalam, sebuah klub vespa di Malang Jawa Timur yang biasanya menjadika depas museum Brawijaya Kota Malang sebagi ajang kumpul komunitas ini. Dia memiliki yang di modifikasi dengan memberikan aksen-aksen modifikasi sepeti tanduk kerbau, yang diikat bersama batu besar yang ditaruh persisi didepan body depan vespa, yang memiliki bntuk model vespa yang sangat ceper yang hampir tidak ada jarak dengan aspal jalan, menurut mereka ini adalah sebuah bentuk perlawanan mereka dengan adanya banyaknya kendaraan yang berlomba-lomba memperlihatkan inovasi modivikasi dengan harga yang cukup mahal dan untuk menunjukan sebuah prestise terhadapsuatu kendaraan. 
Mengapa mereka mau menggembel-gembelkan diri? Ternyata ini ada kaitannya dengan faham kebebasan yang mereka anut. Mereka ingin merombak pandangan orang yang sering menilai orang lain dari penampilan luarnya.Dengan vespa gembel, komunitas ini bisa dengan bebas mengekspresikan diri. ”Kalau orang kaya bisa pamer kemewahan, kita bisa pamer kegembelan,” ujar Farid alias Cak Ketep (21), anggota Komunitas Vespa Gembel Ngalam.. Dia mengaku senang sekali jika sedang tur berpapasan dengan rombongan penggemar motor mewah. ”Ternyata orang di pinggir jalan lebih banyak yang ngeliatin kita daripada ngeliatin kelompok motor mewah. Kalau enggak pake vespa gembel, mana ada yang mau memerhatikan kita,” ujar Cak Ketep. Kebanyakan penggemar vespa gembel memang berasal dari kelompok menengah ke bawah. Mereka umumnya pengangguran, mahasiswa, atau buruh serabutan. Meski ada pula yang berprofesi sebagai seniman, guru, atau pemilik bengkel. Di dunia nyata, kelas ini sering kali dipandang sebelah mata. Mereka kerap diabaikan dan dipinggirkan. Nah, lewat vespa gembel mereka menciptakan ruang ekspresi sendiri lantas merebut perhatian orang lain. Lewat kegembelannya, mereka menyelipkan semacam semangat demokrasi di jalanan. Bagi mereka, jalanan yang sering digunakan orang-orang kaya untuk memamerkan mobil dan motor mewah, juga harus bisa menjadi ruang bagi rakyat jelata berkantong cekak. Lantas bagaimana kita memandang komunitas semacam ini? Ketika kita melihat komunitas ini, sebenarnya kita sedang melihat sebentuk perlawanan rakyat jelata kepada pihak-pihak berkuasa yang gemar memuja kemewahan. Kegembelan mereka adalah antitesis dari parade kemewahan di sekitar kita. Vespa gembel yang ‘dirusak’ dari wajah aslinya bukanlah semata modifikasi otomotif. 
Pilihan dalam materi dan bentuk obyek menyuarakan sebuah kritik akan kondisi sosial di sekitarnya.Vespa dengan moncong yang penuh cerobong dari seng misalnya, seolah menyuarakan protesnya pada laju industrialisasi yang makin menyudutkan ruang-ruang ekologi hingga alam kehilangan kearifan. Jalan, benturan kepentingan di jalanan adalah sebuah miniatur kehidupan yang sesungguhnya. Di jalanan inilah hadir harga diri, tata krama, ancaman, muslihat, budi baik, dan kejahatan. Jalanan adalah sebuah gelanggang pertarungan politik, ekonomi, dan budaya antara kepentingan pemerintah dengan kebutuhan rakyat. Pemerintah membuat peraturan untuk menciptakan ketertiban demi kenyamanan pemilik modal. Sementara rakyat menggunakan jalanan sebagai ladang penghidupan berebut rejeki sekedar untuk bertahan hidup. Dalam pertarungan di jalan ini, rakyat acap kali menjadi pihak yang terkalahkan. Keberadaan mereka dianggap menimbulkan ketidaknyamanan, kesemrawutan, dan wajib disingkirkan. 
Padahal, mereka hanya menjadi korban dari kebijakan publik yang tak pernah melibatkan partisipasi mereka. Maka tak mengherankan bila kemudian muncul perlawanan-perlawanan dalam perilaku mereka di jalanan. Rakyat ingin merebut kembali hak-haknya yang terabaikan. Ini adalah perenungan panjang tentang sebuah sistem yang menempatkan rakyat semata sebagai objek kekuasaan. Pemberontakan ala jalanan dengan nyanyian, kepalan tangan, teriakan, tatapan tajam, dan kadang ancaman itulah yang dihayati sebagai ruh dalam ia berkarya. Pemberontakan jalanan bagi Taufik adalah sebuah perlawanan yang meruntuhkan basis-basis otoritas, mengguncang kestabilan, dan tak pernah puas dengan kemapanan.
Ngak tau kebetulan atau bukan, tampilan vespa yang berkesan urakan tapi dengan mesin yang siap buat dibawa jalan jauh, seperti mencerminkan kepribadian para penggemarnya, yang terkesan cuek dan bebas dari aturan. Namun didalam hatinya sangat menjunjung persahabatan. Dalam perjalanan itu juga, solidaritas yang ada di antara sesama pengguna vespa nyentrik itu, bisa terwujud. Organisasi yang bebas tapi menjunjung tinggi kekeluargaan, itu semangat yang tak boleh hilang dari komunitas vespa. Kalau orang kaya bisa pamer kemewahan, kita bisa pamer kegembelan atau keekstreman,” tutur mereka berargumentasi. Memang harus diakui, tampilan vespa ekstrem merupakan bentuk kebebasan yang ditunjukkan oleh pemakainya. Meski anggotanya tidak dilarang menggunakan vespa jenis ini, dia menilai vespa ekstrem sebagai bentuk pemakainya yang ingin mencari sensasi tersendiri saat melintas di jalanan.  Jejaring komunitas Vespa Gembel sangatlah kuat hingga ke kota-kota lain di luar Pulau Jawa. Mereka saling mengunjungi, saling membantu dan saling mendoakan. Ada aturan tidak tersurat ketika sebuah komunitas lain yang mampir ke markas mereka, yakni kewajiban menjamu. Menyediakan makanan, tempat menginap sederhana, kadang juga membantu uang bensin. ”Dengan Vespa Gembel, kita satu keluarga”, itulah semboyan mereka. 

Total Tayangan Halaman


counter web

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © Diaspora -- Powered by Blogger - Designed by Efrial Ruliandi Silalahi -