Posted by : Unknown

Image
Pernahkan kawan-kawan mendengar sebuah negeri bernama Bolivia? Bila kawan-kawan tidak asing dengan telenovela tentu tidak asing dengan negara – negara Amerika Latin. Nah, Bolivia adalah salah satu negara Amerika Latin yang saat ini dipimpin oleh Evo Morales sebagai presiden.
Di negeri Bolivia inilah, sosok perempuan hebat ini hadir dan mewarnai dunia. Siapakah gerangan perempuan satu ini? seperti biasanya, blog ini hadir dengan sosok-sosok perempuan hebat.
“Saya ingin memperlihatkan kepada orang-orang, bukan hanya di Bolivia tapi di seluruh dunia bahwa perempuan bisa melakukan hal yang sama dengan pria. Khususnya perempuan asli,” suara lantang ini keluar dari mulut Carmen Rosa, seorang perempuan Indian yang harus berhadap-hadapan dengan diskriminasi karena rasnya sebagai orang Indian dan karena ia perempuan. Carmen Rosa tidak seorang diri, ia bersama perempuan-perempuan lain berjuang bersama dan membentuk sebuah komunitas pegulat perempuan.
Perempuan Indian Bolivia merasakan pembedaan karena tidak berkulit putih dan bukan pula pria. Dengan rok berkelepak dan rambut dikucir, demikian perempuan Indian Bolivia sering kali dicitrakan. Sebagai pegulat perempuan, mereka dikenal di pelosok negeri hingga dunia meski terasing di tanah sendiri yang didominasi oleh warga keturunan Eropa yang kaya.Memang masyarakat Bolivia sudah lama terpolarisasi antara penduduk asli yang miskin dan sekelompok warga keturunan Eropa yang kaya. Dalam masyarakat yang terpolarisasi ini, perempuan Indian menjadi warga kelas bawah. Menjadi pegulat adalah pilihan untuk berjuang.
Carmen Rosa, salah satu pimpinan perempuan pegulat, berujar dengan menjadi pegulat mereka bisa melampiaskan balasan dan meraih kemenangan di atas matras. Ekspresi kemarahan, mereka lampiaskan dengan bergulat “Kami perempuan asli selama ini dipermalukan dan menghadapi diskriminasi sehingga mendorong kami untuk menjadi pegulat.”
Kinerja Carmen bukan main-main, setelah berhasil berkancah di dalam negeri, Carmen mengepakkan sayapnya ke luar negeri, termasuk di Amerika Serikat guna menyaksikan film yang ia perankan sendri. Keberhasilan Carmen tak lepas dari peran Presiden Bolivia, Evo Morales. Evo Morales adalah presiden pertama Bolivia yang berdarah Indian dan konsisten memperjuangkan hak penduduk Indian, termasuk diantaranya perempuan Indian. Sebelum Evo Morales berkuasa, perlakukan pelecehan seksual dan tindakan anti perempuan (misoginis) menjadi kebiasaan di masyarakat Bolivia. Namun, hal itu berkurang setelah Evo Morales mengeluarkan UU Anti Diskriminasi. Di masa Evo Morales inilah, Carmen Rosa muncul sebagai salah satu lambang gerakan melawan penindasan hak  penduduk pribumi Indian.
Di awal Oktober tahun lalu, Bolivia bahkan memberlakukan UU anti diskriminasi yang menjamin perlakukan yang sama terhadap semua warga Bolivia. Majelis rendah parlemen menegaskan UU tersebut, yang isinya mencantumkan sanksi bagi siapapun yang melakukan diskriminasi berdasarkan suku, agama, afiliasi politik, status ekonomi, jenis kelamin hingga kecenderungan orientasi seksual.
Image
Di Bolivia, perempuan pegulat sering disebut dengan cholitas atau pollera. Hari itu, Carmen Rosa mengenakan baju tradisional Bolivia dengan topi khas Indian. Hari itu, Carmen menjadi juara. Bersama dengan perempuan pejuang pegulat lainnya, Carmen menjadi sensasi gulat modern. saya adalah salah satu pegulat cholita, dan satu-satunya yang menjadi juara. Kelompok kami yang terdiri atas 4 orang mulai bergulat setahun lalu, bergabung dengan pollera lainnya. Sepanjang hidup kami, kami sering mengalami diskriminasi karena kami perempuan, karena kami Indian: ibu saya adalah seroang perempuan Aymara, begitu pula dengan nenek saya, dan saya merasa bangga menjadi seorang cholita dan saya lebih bangga lagi menjadi seroang pegulat cholita.
Saya mencintai gulat. Namun saya bukanlah anak siapapun. Bayak dari teman kami adalah saudara perempuan dan anak perempuan pegulat, darah pegulat sudah mengalir di darah mereka. Ayah saya sendiri adalah seorang petani koka yang sederhana, sementara ibu saya adalah petani kecil dari dataran tinggi.
Carmen berkisah, awal ia menjadi pegulat adalah ketika diajak bergabung dengan 50 calon pegulat di sebuah program pelatihan gulat. Mayoritas calon pegulat menyerah karena aturan dan diet yang keat. Kami dilatih dengan keras, sama kerasnya dengan kaum pria. Hanya 3 orang dari kami yang akhirnya lolos; Julia, Yolanda dan Carmen sendiri. Setelah menjadi pegulat yang sukses, Carmen memperoleh penghasilan sebesar Rp 250 ribu – 300 ribu sekali pertunjukan, namun uang bukan tujuan utama Carmen.œMasyarakat melihat kami bergulat dan terhibur dari stress mereka, saya punya 10 kostum berbeda yang menunjukkan identitas kami sebagai orang Indian; saya senang bermain gulat dengan identitas budaya kami sendiri
Sejak itu, gulat menjadi hidupnya, gulat telah merebut cintanya. Ada kalanya, itu membuatnya sulit menjatuhkan pilihan antara keluarga dan gulat. Pernah suatu kali, keluarga meminta Carmen meninggalkan gulat dan pernah jua Carmen berpikir untuk berhenti. Namun, tentu saja Carmen tak sanggup berhenti. Ia terlanjur jatuh hati pada satu jenis keluarga ini. Tak ada yang lebih ia cintai selain gulat.
Tentang pelecehan, Carmen berkisah bagaimana ia diremehkan oleh kaum pria. Maklum saja budaya masyarakat Bolivia masih menganggap remeh perempuan.Carmen menjawab celaan dan ledekan tersebut dengan kinerja.Kami tunjukkan pada mereka bahkan kami bisa jauh lebih hebat dibanding pegulat lelakiâ . Tak hanya itu, untuk menjatuhkan mental lawan pria di ring gulat, Carmen sempat membalas ledekan dengan mengatakan  œLelaki itu tidak berguna, mereka tidak bisa melakukan apapun. Mereka bersih karena perempuan mencucikan baju mereka, mereka makan karena kami perempuan memasakkan makanan untuk mereka, tanpa kami perempuan, mereka bisa mati!. Di dalam dunia gulat, menurut Carmen, budaya macho sangat kuat dan dengan pukulan di ring, perempuan pegulat memerangi budaya macho. Ketika kami bertarung, kami tidak hanya mewakili perempuan indian namun juga setiap perempuan Bolivia
Gulat perempuan sendiri relatif masih baru, yaitu semenjak tahun 2001. Popularitas gulat perempuan semakin moncer bertepatan dengan perbaikan nyata terhadap nasib mayoritas pribumi Bolivia yang dimulai oleh Evo Morales, yang terpilih pada tahun 2008. Jauh sebelumnya, lima abad sejak invasi Spanyol, cholitas adalah olahraga milik pribumi kelas bawah, dilarang voting dan hanya bekerja sebagai petani karena tidak ada pekerjaan lain bagi mereka. Baru tiga tahun Evo Morales berkuasa, warga pribumi Indian telah memiliki akses untuk beekrja di pemerintahan, pengadilan dan di bidang bisnis.Budaya Indian juga berkembang, di saat inilah kaum cholitas mendapatkan momentumnya.
Pilihan menjadi pegulat, bukan tanpa pro dan kontra, bahkan dari kaum perempuan sendiri. Sebagian perempuan mengkritik tindakan Carmen dan permpuan lain yang memilih bergulat. Namun, Carmen dan teman-temannya tidak mundur barang selangkah, dengan menjadi pegulat, Carmen yakin sedang mengajarkan kepada perempuan Indian untuk menjadi kuat. Kini, banyak dari perempuan itu justru bangga pada mereka. Benar saja, tak butuh waktu lama bagi Carmen untuk menjadi simbol Bolivia. Banyak dokumenter tentang mereka di penjuru dunia. Hal itu membuatnya bangga hati, karena sekarang banyak perempuan yang terinspirasi melakukan hal yang sama, menekuni gulat.
Carmen Rosa menyadari, berjuang tidak cukup di atas matras tapi juga perlu alat perjuangan atau organisasi. Karena itulah, Carmen bersama teman-temannya membentuk organisasi pegulat perempuan Bolivia. Bagaimana kiprahnya? Kita simak yuk, setelah lagu cantik berikut ini (lagu dan iklan)
Untuk berjuang, Carmen membentuk organisasi gulat perempuan. Organisasi ini dibentuk untuk melindungi hak pegulat perempuan agar tidak dipermainkan nasibnya oleh pengusaha olah raga gulat. Mereka bisa makan kue dan mencampakkan kami. Namun, kini kami berorganisasi  dan meluas. Gagasan ini untuk menunjukkan bahwa perempuan bisa berdaya, dan mandiri.
Saya bukan seorang profesional, dalam arti saya bukan pembuat hidup ini; saya punya toko makanan ringan, dimana saya melayani makan siang. Segala hal tidak mudah di negeri ini Perempuan bernama asli Polonia Ana Choque Silvestre ini mengisahkan ia pernah menjadi juara pada tahun 2004 dan 2005 dan berharap itu bisa mendorong perempuan untuk berhasil di bidangnya masing-masing baik di pemerintahan, olah raga sepak bola dan bidang lainnya. Awalnya, suaminya bahkan tidak setuju dengan pilihannya menjadi pegulat, dan pernah berseteru dengan agennya. Anak lelaki Carmen sendiri menjadi seorang pegulat hebat.
Kala memasuki ring gulat, Carmen merasakan cinta rakyat kepadanya, dan iapun lupa segala persoalan yang mengganggu hidupnya. Rakyat menjadi begitu dekat, memeluk dan menciumnya. Di depan rakyat, kami merasa harus menunjukkan apa yang kami bisa, karena rakyat biasa menertawakan kami karena menjadi cholitas dan bertarung dengan baju khas kamia
Kini, Carmen melihat masa depan olah raga gulat perempuan menjadi semakin terang. Kami telah membantu generasi baru gulat perempuan yang tertarik dalam seni gulat. Kami telah berkembang, dan disiplin kami pun berkembang. Saya punya harapan yang tinggi, siapa tahu, mungkin suatu hari seorang perempuan Pollera akan bertarung di Olimpic dengan topi khasnya dan baju tradisionalnya itu, tapi siapapun pasti ingat bahwa cameron lah sang juara
Carmen Rosa kini sedang mencari hidup di luar ring gulat.Di masa depan, saya ingin memiliki sanggar senam sendiri.Saya juga ingin berpolitik, saya rasa jika seorang pegulat perempuan juga duduk di pemerintahan, maka saya akan melakukan perubahan bagi perempuan baik di bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Dan saya akan berjuang lebih keras lagi di Politik dibanding di ring gulat.

Total Tayangan Halaman


counter web

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © Diaspora -- Powered by Blogger - Designed by Efrial Ruliandi Silalahi -