- Back to Home »
- PUISI »
- Puisi Puisi S. Hamsah
Posted by : Unknown
Sajak (tentang) Cinta
Tak tahu harus kusapa dengan tembang siapa engkau,
Bila ujung panahku tak tajam lagi.
Aku bukanlah arjuna pada padepokan durna,
namun ingin membidik kejujuran seadanya.
Raga yang terkoyak disayat kemiskinan
mestinya kau yang menjahitnya dengan lembut jemarimu
kemudian kan kupinjam tongkat musa tuk mengetuk
Sekat nurani, lalu kusingkap tirai kehidupan.
Sementara tempo di luar kamar memendam kembang
Semboja luruh, namun aku tetap berharap
cairnya bingkai kaca di museumku yang berisi
sepenggal senyum gagap yang pernah kau lemparkan,
dinding kamar makin menyempit dan hanya cukup
‘tuk pergumulan antara kau dan aku berebut sebuah mantra;
“realitas”
Jogja, 08-08
Surat Buat Emak (tentang kerinduan)
mak,
tak tahu harus kutulis apa
pada suratku kali ini
mak,
telah habis kata kata
karena kupakai debat siang tadi
tentang hak azasi dengan tuan Bush
dalam mimpi
mak,
aku lelah
namun ingin bicara banyak
dengan bahasa gagu padaMu
mak,
aku kangen
Jogja, 08 – 80
Pada Suatu Pagi
lewati waktu sia sia dengan mimpi
dan terbangun kala dingin jilati telapak kaki
Ooo.. ala mak, jam tujuh seperempat sudah
serapahku meluncur waktu tersadar
bahwa sepenggal makna alam telah basi
dan aku cuma mampu ngungun
sejak purnama malam tadi
pagi ini cuma imaji yang datang
tentang para bikhu berjalan pulang
di sela gema parrita samar melayang
usai meditasi sibak alam wang – wang
namun
marahku tetap tak jadi garang
Jogja, 08 – 08
Cinta Pada Sahabat (buat erwe)
’seorang muram mengaduk selangit beban
sambil menepikan mayatnya’
itu perasaanmu, perasaanku, perasaan mereka,
perasaan siapa saja yang kalah dan disingkirkan
’bareng ombak terakhir
yang kandas di pantai terasing’
ya..., pantai terasing masing masing berbeda
kau pilih pantai di gemuruhnya kosmopolitan,
kupilih pantai sebuah desa yang telah usang
’kekalahan adalah jeda jeda
dari kalimat panjang kemiskinannya’
bagiku, kemiskinan memang diciptakan
karena kesempatan tak pernah diberikan terbuka
bagi semua yang telah dikalahkan sang penguasa
’kesalahan adalah akhir
dari sebuah lelucon tentang ijasah’
kesalahan kita cuma satu
yaitu belum jadi pemenang
sementara ijasah hanya hiasan manis dalam lemari
bukan mantra ajaib yang bisa menyulap realita
tanpa kita tetap terus berjuang.
Jogja, 08 – 08
Pada Suatu Hujan
hanya beberapa anak tangga yang mampu terdaki
saat beberapa makna sanggup kutelan
karena kebohongan dan darah telah berbaur
meresapi segala macam bentuk perjuangan
segores luka tak pernah mampu terhapus
oleh sejuknya embum pagi hari
kecuali kita berlari mengejar ajal yang bercumbu
di ujung langit
maka perjuangan tak lain
manakala rintik hujan menghujam deras
aku masih berjalan
menelusuri trotoar kota yang becek
demi sebutir makna penyumbat lapar
keras dan kejamnya alam bukan lagi terali penjara
sebab gelandangan yang mendekam di emperan
tak pernah lepas dingin dan lapar
dan aku cuma mampu memendangnya
trenyuh
persendianku lumpuh...
jogja, 08 – 08
Biru
pada kebisuan gunung tersimpan panas lahar
dalam kebiruan laut mendekam sejuta gelompbang
di semilirnya angin serombongan topan siaga menghantam
hancurkan siapapun tanpa dosa
mereka yang digusur adalah barisan gunung
para tertindas tak lain lautan biru nan luas
dan rakyat kecil hanya dianggap sepoi angin
Ingatlah para penguasa tiran!
atur dengkur dalam tafakurmu
hitung nafas dalam panjatan dosa
agar terbuka lebar jalan
saat kau terjungkal
Jogja, 08 – 08
Lalu
ketika para pejuang kian terlelap
dan pemuda sibuk mengkais kais jati diri
mereka yang terpangkas menggeliat
sendirian
lalu
arus yang tak menentu
membenturkan bahu mereka
ke tiang gantungan
atau dingin tembok penjara
para malaikat saling tuding jari
saat pejabat main akrobat
mengatur nasib masyarakat
dibalik ayat ayat baru
yang menggusur zabur, taurat, al kitab,
al quran, wedha, tri pitaka
cuma semakin manis di dalam buffet
sebagai hiasan
Jogja, 0 – 08
Posting Komentar