Posted by : Unknown


Apa tujuan anda bermusik? Setiap orang berhak punya jawaban tersendiri atas pertanyaan itu. Akan tetapi, jika kita berbicara sebagai manusia yang sadar, maka pilihannya cuma satu: bermusik untuk kemanusiaan!
Lowkey, seorang rapper muda Inggris, mencoba mengikuti jalan itu.  Ia menolak terserap dalam jalur mainstream. Meski banyak label besar yang menawarinya, Lowkey mengaku tidak tergoda mencari uang lewat musik.
“Musik tidak selamanya soal mencari uang. Kita bisa mencari uang dengan cara yang lain,” kata pemuda yang mengaku tidak punya akun di Youtube ini.
Lagu-lagu Lowkey memang sudah berjejal di Youtube. Nama besarnya dalam dunia hip-hop juga tak bisa dipandang remeh lagi. Meski begitu, Lowkey tidak memilih ketenaran, melainkan pengabdian kepada rakyat.
Ia pun sering tampil di aksi-aksi jalanan. Di lain hari, Lowkey tampil sebagai pembicara dalam diskusi-diskusi pergerakan. Salah satu lagunya, Long Live Palestine, menjadi lagu hip-hop paling populer dan paling banyak diunduh di toko online paling populer, Amazon.

Separuh Irak Dan Inggris
Lowkey lahir di London, Inggris, pada 23 Mei 1986. Orang tuanya merupakan campuran dua bangsa: ibunya seorang keturunan Irak, sedangkan bapaknya asli Inggris. Ia sendiri dipaksa mengadopsi nama berbau Arab-Inggris: Kareem Dennis.
Tetapi Lowkey lebih bersimpati kepada bangsa ibunya, Irak dan dunia Arab. Ia sering membalut bahunya dengan keffiyeh Palestina. “Aku tidak dapat berbohong dan berpura-pura bahwa saya tidak punya hubungan dengan Arab,” katanya.
Lowkey sendiri sering menggambarkan dirinya sebagai “orang Inggris diantara orang Arab dan orang Arab diantara orang Inggris”.
Ia mengaku mengenal rap dari keluarganya. Orang tuanya suka mengoleksi lagu-lagu Public Enemy. Awalnya, ia meniru gaya rapper Amerika dan menggunakan aksen Amerika. Tetapi, dalam perkembangan kemudian, ia memilih nge-rap dengan menggunakan aksen sendiri.

Musik Yang Politis
Di tengah peradaban musik yang menjauh dari politik, Lowkey justru memposisikan musiknya sangat politis. Ia bahkan bercita-cita menjadikan musiknya sebagai alat penyadaran politik.
Hampir semua lirik-lirik lagunya berbau propaganda. Dalam album terbarunya, “Soundtrack to the Struggle”, kita akan menemukan lusinan lagu-lagu yang sangat politisi dan anti-imperialis.
Dalam lagu “Too Much”, dimana ia berkolaborasi dengan rapper Palestina, Shadia Mansour, Lowkey mengejek sistim kapitalisme yang mengukur segala sesuatunya dengan uang. “Uang bisa membeli kekuasaan, tetapi tidak bisa membeli rasa hormat,” katanya.
Dalam lagu “Voices of the Voiceless”, yang dibuatnya di West Bank, Palestina, Lowkey mewakili suara-suara korban peperangan dan rasisme. Ia seolah mewakili suara orang-orang dari Auschwitz hingga Hebron. Di lagu ini, Lowkey berkolaborasi dengan rapper Amerika keturunan peru-Afrika, Immortal Technique.
Lowkey makin menunjuk hidung imperialisme AS dengan lagu berjudul “Terrorist?”. Kata teroris identik dengan kaum muslim. Tapi, pada kenyataannya, tuduhan teroris juga sering diarahkan kepada di luar muslim, seperti Hugo Chavez dan Fidel Castro.
Ia malah menyindir AS sebagai negara ribuan basis dan pangkalan militer di berbagai belahan dunia. AS juga tidak malu-malu menggulingkan rejim-rejim yang berkuasa secara demokratis: Allende di Chile, Mossadegh di Iran, dan Patrice Lumumba di Kongo.
Di lagu yang lain, Obama Nation, Lowkey makin menguliti kejahatan imperialisme AS. Lagu ini dibuka dengan lirik menakjubkan:
This track is not an attack upon the American people 
It is an attack upon the system within which they live. 
Since 1945 the united states has attempted to 
Overthrow more than 50 foreign governments 
In the process the us has caused the end of life 
For several million people, and condemned many millions 
More to a live of agony and despair

Lagu “Obama Nation” ini dibuat beberapa bagian; sejauh ini ada tiga bagian. Pada lagu “Obama Nation part 2”, Lowkey berbicara mengenai Obama, yang merupakan presiden kulit hitam pertama di AS, tidak bisa menghentikan pemboman di jalur gaza. Di lagu “Obama Nation part 3”, kita akan mendengar pidato berapi-api dari Malcolm X.
Lagu Lowkey lainnya, Long Live Palestine, sengaja diperuntukkan untuk perjuangan rakyat Palestina. Lowkey pernah melakukan perjalanan langsung ke Jalur Gaza, West Bank, dan Ramallah. Ia terkadang harus menyelinap dari penjagaan pasukan Israel yang sedang memburunya.
Dalam satu bait lagunya, Lowkey menyorot sangat dekat ketidakadilan yang ditimpakan terhadap Palestina:
How many more resolutions have to be violated,
How many more children have to be annihilated
Israel is a terror state, there terrorists that terrorise,
I testify, my television televised them telling lies,
This is not a war, it is systematic genocide,
But whatever they try, Palestine will never die!!!

Free my people, long live Palestine,
We will never let you go


Aktivis Politik
Lowkey juga dikenal sebagai seorang aktivis politik. Ia sering tampil di tengah-tengah aksi massa. Dalam kampanye untuk pembebasan Palestina, Lowkey terlibat dengan organisasi solidaritas Palestina.
Selain itu, Lowkey juga sering hadir di tengah-tengah aksi Stop The War Coalition, sebuah koalisi anti-perang terbesar di Inggris. Ia sering menyampaikan orasi politik di tengah-tengah pertemuan akbar atau aksi massa.
Ia mendirikan organisasi non-profit bernama “People’s Army”. Organisasi ini bertujuan mengkampanyekan jenis hip-hop yang bisa menggembleng kesadaran kaum muda. Selain itu, lahir pula gerakan yang disebut “Gerakan Kesetaraan”, yang didanai oleh Lowkey, Logic dan aktivis Jody McIntyre.
Gerakan itu pernah mengorganisir pertemuan publik untuk membahas “apa itu imperialisme dan cara melawannya”, dimana Tariq Ali dan  Seumas Milne tampil sebagai pembicaranya.
Dalam berbagai kesempatan, Lowkey sering memuji perubahan yang terjadi di Amerika Latin, khususnya di Venezuela, Kuba, Bolivia, dan Ekuador. Nama pemimpin kiri Amerika Latin, seperti Hugo Chavez, Evo Morales, dan Fidel Castro, juga banyak disebut di dalam lagunya.

Total Tayangan Halaman


counter web

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © Diaspora -- Powered by Blogger - Designed by Efrial Ruliandi Silalahi -