- Back to Home »
- PEREMPUAN »
- Geng Gulabi: Persaudaraan Perempuan Pembela Perempuan dan Rakyat Miskin
Posted by : Unknown
Kekuatan hebat para perempuan miskin, dari negeri mahabarata dan ramayana. Ya, kisah persaudaraan perempuan dari negeri India. Para perempuan pembawa pelita di malam ini, adalah para pejuang hak perempuan dan hak rakyat miskin. Berjuang dengan kata-kata, berjuang dengan organisasi dan beramai-ramai. Cara berjuang mereka yang berbeda dari yang lain adalah, bahwa para perempuan ini juga selalu membawa tongkat bambu. Tongkat ini membantu mereka berjalan jauh, tapi juga tongkat untuk memukul keras para pelaku kekerasan pada perempuan dan rakyat miskin. Para perempuan pejuang ini berasal bukan dari mereka yang bersekolah tinggi, bukan juga dari mereka yang kaya. Perempuan-perempuan pemberani ini berasal dari warga miskin, juga warga yang kesulitan mengenyam pendidikan sekolah, serta berasal dari kaum yang dianggap paling rendah derajatnya karena tidak memiliki kasta dalam masyarakat berkasta di India. Nama kelompok perempuan ini hingga sekarang dikenal sebagai GENG GULABI. Geng artinya gerombolan, Gulabi dalam bahasa mereka berarti pink atau merah muda. Geng seperti apakah mereka? Apakah yang diperjuangkan?
GENG GULABI: PERJUANGAN PEREMPUAN BERTONGKAT BAMBU DENGAN SERAGAM PINK
Geng Gulabi adalah gerakan perempuan luar biasa, dari perempuan-perempuan miskin di India, tepatnya di Distrik Banda bagian Uttar Pradesh di India Utara. Geng perempuan ini bukan sembarang geng, bukan Geng orang iseng atau nakal, bukan Geng yang merugikan orang lain. Malah sebaliknya, inilah Geng perempuan, pembela perempuan dan rakyat miskin. Geng Gulabi dibentuk pada tahun 2006, dimotori oleh seorang perempuan bernama Sampat Pal Devi. Kelompok perempuan ini dikenal sebagai Geng Gulabi atau Gang ‘Pink’ karena anggotanya mengenakan sari (atau kain untuk pakaian perempuan India) berwarna merah muda terang dan tongkat bambu. Sampat sang ketua mengatakan, “Kami bukan Geng sebagaimana Geng pada umumnya, kami adalah geng keadilan.”
Distrik Banda tempat Geng Gulabi adalah salah satu kabupaten termiskin di India, dimana di tempat ini masih kuat budaya patriarkhi, juga praktek pembagian kasta yang masih kaku dan kolot, dengan buta huruf perempuan tinggi, kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT tinggi, banyak pekerja anak, dan praktek pernikahan anak masih lazim disertai dengan budaya mas kawin yang tinggi atau dikenal dengan “dori”. Di daerah miskin dan penuh kekangan terhadap perempuan inilah, lahir Geng Gulabi, yang kini terkenal di seluruh dunia, sebagai bentuk perlawanan perempuan miskin yang berani, terorganisir, berseragam pink dan bersenjatakan tongkat bambu. Tongkat bambu itu sendiri, dalam masyarakat India Utara biasa disebut ‘lathi’ dikenal luas sebagai senjata pertahanan diri.
Geng Gulabi pada awalnya dimaksudkan untuk menghukum suami, ayah dan juga saudara laki-laki pelaku kekerasan terhadap perempuan. Bertujuan memerangi kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan domestik. Jika diketahui ada kekerasan terhadap perempuan, maka ramai-ramai Geng Gulabi akan datang, lengkap dengan kain pink dan tongkat bambunya. Sekalipun membawa tongkat bambu, para perempuan dari Geng Gulabi ini bukan berarti tidak pandai bicara. Ketika mendatangi pelaku kekerasan, para anggota geng akan mengajak bicara pelaku laki-laki tersebut, kemudian memberikan penjelasan dan alasan-alasan untuk menghentikan kekerasan. Tapi untuk pelaku kekerasan yang keras kepala atau tindakannya sudah berlebihan, akan dibuat malu di depan umum jika pelaku tersebut menolak untuk mendengarkan atau menolak mengakui salah. Dan akhirnya lathi atau tongkat bambu akan terpaksa digunakan, jika berhadapan dengan laki-laki pelaku yang malah main kekerasan ketika diminta menghentikan kekerasannya.
Pada saat ini ketika sudah sekitar 6 tahun berdiri, Geng Gulabi memiliki puluhan ribu anggota perempuan, dan beberapa diantaranya juga laki-laki. Besar dan luasnya dukungan pada Geng Gulabi ini adalah akibat keseriusan dan kesuksesan Geng Gulabi dalam berjuang. Yaitu berjuang membela kaum perempuan korban kekerasan, dan bukan hanya membela kaum perempuan, Geng Gulabi juga membela masyarakat miskin lainnya. Geng perempuan ini ikut memastikan distribusi makanan kepada masyarakat miskin, mungkin kalau di Indonesia semacam RASKIN. Selain itu, Geng Gulabi berperan dalam pencairan dana tunjangan atau jaminan kepada setiap janda-janda tua yang tidak punya akte kelahiran. Akte kelahiran ini digunakan pemerintah untuk menentukan usia seseorang sehingga berhak mendapat tunjangan orang jompo, padahal banyak orang jompo yang tidak punya akte kelahiran. Tidak itu saja, Geng Gulabi turut berperan aktif melawan perdagangan perempuan dan anak-anak. Persaudaraan perempuan pink bertongkat bambu ini tak terbantahkan lagi, menjadi kekuatan barisan depan yang membawa perubahan sistem masyarakat dan pemerintahan, dengan menggunakan cara atau metode yang paling sederhana, yaitu dengan bertindak langsung dan berani berkonfrontasi dengan semua pelaku. Sekalipun sebagian besar perjuangan Geng Gulabi adalah mengusung pembelaan terhadap perempuan, tetapi perlawanan para perempuan ini bukan hanya terhadap kontrol lelaki atas kaum perempuan, tapi perlawanan terhadap semua pelanggaran hak asasi menusia yang miskin dan lemah.
Asal Mula Pendirian Geng Gulabi
Sampat Pal Devi, seorang perempuan sederhana yang tinggal di sebuah desa di India Utara,yang pada suatu hari melihat seorang pria memukuli dan menyiksa istrinya tanpa ampun sama sekali. Melihat penyiksaan tersebut Sampat berteriak dan meminta si lelaki tersebut berhenti memukuli istrinya, tapi hasilnya malah Sampat pun ikut dipukuli dan disiksa lelaki tersebut. Namun, Sampat Pal Devi tidak menyerah, esok harinya ia kembali lagi, kali ini dengan sebuah tongkat bambu dan mengajak lima perempuan lain, dan kembali beradu mulut dengan si lelaki, hingga terdengar para tetangga dan masyarakat sekitar.
Kejadian tersebut menjadi berita dan menyebar seperti api liar. Dan segera setelahnya, para perempuan mulai mendatangi Sampat Pal Devi, para perempuan tersebut berbondong-bondong meminta pembelaan serupa, karena mereka juga korban dari tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Semakin banyak perempuan maju dan berani bergabung bersama Sampat Pal Devi, untuk bersama-sama membela setiap perempuan korban kekerasan. Maka pada tahun 2006 Sampat Pal Devi memutuskan agar persaudaraan para perempuan tersebut memiliki seragam dan nama. Maka dipilih warna sari atau kain perempuan berwarna merah muda atau pink, untuk menandai kewanitaan dan kekuatan tersembunyi. Lathi atau tongkat bambu yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat sebagai senjata pertahanan diri, juga menjadi senjata bagi mereka.
Semakin bertambah banyak anggota, semakin besar kemampuan Geng Gulabi untuk terus mengawasi semua kegiatan masyarakat, ada tidak penyimpangan dan terutama ada tidak kekerasan terhadap perempuan. Jika didapati ketidakadilan dan kekerasan, maka segera riuh barisan Geng Gulabi menyatakan protes terhadap pelaku dan menegaskan dukungan bagi sang korban. Pernah terjadi satu peristiwa, ketika Sampat Pal pergi ke kantor polisi setempat untuk mendaftarkan pengaduan pelanggaran, malah ditanggapi oleh polisi dengan berbalik menyalahkan Sampat Pal, bahkan menyerang dengan kekerasan. Sampat Pal bukannya takut dan pergi, tapi membalas dan berhasil mengalahkan polisi tersebut dengan memukul kepala si polisi dengan lathi atau tongkat bambunya. Bukan itu saja, kisah keberanian dan pembelaan Sampat Pal dikenang masyarakat. Suatu waktu pernah terjadi Sampat Pal menyeret seorang pejabat pemerintah keluar dari mobilnya, lalu menunjukkan pada pejabat itu tentang jalan rusak yang membutuhkan perbaikan mendesak. Salah satu anggota Geng Gulabi, Banhari Devi, memberi kesaksian tentang keterlibatannya di dalam Geng Gulabi. Perempuan miskin ini menceritakan bagaimana Sampat Pal beserta anggota lainnya di Geng Gulabi memastikan ia memperoleh kartu miskin, yakni sebuah program pemerintah bagi rakyat miskin. Kini, setelah 6 bulan bergabung di dalam Geng Gulabi Banhari Devi memutuskan akan berjuang selamanya di Geng Gulabi.
Kisah lain tentang Geng Gulabi juga dikisahkan oleh Aarti Devi, perempuan muda berusia 22 tahun. Aarti Devi mengisahkan bagaimana Sampat Pal dan anggota Geng Gulabi membantu ayahnya, Chnadra Bhan, keluar dari penjara. Ayahnya, sebenarnya adalah seorang lelaki berpendidikan namun berasal dari kastaadalit yakni kasta terendah di bawah sudra. Ayahnya, selalu berjuang untuk keadilan dan membela hak orang miskin. Pada suatu hari, sang ayah memergoki soerang lelaki dari kasta atas memperkosa seorang gadis dari kasta rendah. Melihat hal ini, sang ayah kemudian melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian namun tidak digubris dan justru sang ayah yang dipenjara. Hal seperti ini sudah umum terjadi di Uttar Pradesh, dimana orang dari kasta bawah tidak bisa melaporkan orang dari kasta atas. Menyaksikan ayahnya dipenjara tanpa ada salah, Aarti Devi mengadukannya ke Geng Gulabi. Menindaklanjuti kasus tersebut, Geng Gulabi mendatangi kantor polisi beramai-ramai dan meminta kepada pihak kepolisian untuk melepaskan ayah Aarti Devi dan memproses kasus perkosaan yang menimpa gadis dari kasta rendah tersebut. Namun pihak kepolisian tetap menolak dan justru bertindak kasar. Akhirnya, lathi (bambu) pun berbicara, Sampat Pal menggunakan senjata tersebut untuk memberi pelajaran pada polisi. Dari sejak itu, sang ayah dibebaskan dan kasus perkosaanpun diusut meskipun sampai sekarang kasusnya masih dalam proses. Sejak itu Aarti Devi, dengan dukungan sang ayah, aktif di Geng Gulabi. Menurut Aarti Devi, senjata tongkat bambu (lathi) secara prinsip digunakan untuk bertahan sebelum menyerang seseorang. Lathi tidak akan digunakan, namun apabila pelaku menyerang terlebih dahulu, maka lathi akan berbicara lebih keras lagi. Kisah-kisah dari korban yang kemudian menjadi anggota Geng Gulabi banyak tersebar di penjuru dunia dan menarik perhatian banyak kalangan.
SAMPAT PAL DEVI, Pendiri dan Pemimpin Geng Gulabi
Sampat Pal Devi lahir tahun 1958 di Distrik Banda bagian Uttar Pradesh. Sebagaimana masyarakat di sekitarnya Sampat Pal Devi, adalah perempuan miskin yang dari kecil menjadi korban diskriminasi. Sebagai perempuan terus diberi beban dan tanpa kesempatan yang sama dengan laki-laki. Sampat Pal adalah putri seorang gembala miskin. Sekalipun sangat ingin bersekolah, tapi sebagai perempuan di keluarga miskin, maka saudara laki-lakinya lah yang bersekolah. Sementara saudara laki-lakinya bisa bersekolah, pada usia anak-anak sebagai perempuan Sampat Pal sudah harus menggembala kambing dan sapi. Namun semangat Sampat Pal waktu kecil sudah begitu besar, sehingga dia tetap belajar membaca dan menulis sendiri, sambil belajar dari saudara laki-lakinya yang sekolah.
Nasib Sampat Pal masih beruntung. Paling tidak ia lebih beruntung dari teman perempuan miskin lainnya di kampungnya, karena semangat Sampat Pal untuk pendidikan ternyata dilihat dan kemudian didukung oleh salah satu pamannya. Pamannyalah yang akhirnya mendaftarkan Sampat Pal ke sekolah. Namun baru pada tingkat empat Sampat bersekolah, dia sudah dikeluarkan oleh keluarganya, dan dinikahkan dengan penjual es krim. Pernikahan paksa itu terjadi ketika Sampat Pal berusia 12 tahun. Sehingga pada usia 15 tahun, Sampat Pal sudah menjadi seorang ibu, dan terus berlanjut hingga akhirnya punya anak 5 pada usia yang masih belia. Sampat Pal sebelumnya sempat menjadi pekerja kesehatan pemerintah, namun kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya dan selanjutnya menjadi pejuang sosial, pejuang untuk membela hak kaumnya, kaum perempuan dan kaum miskin.
Hingga akhirnya Sampat Pal dan teman-temannya pada tahun 2006 membuat persaudaraan perempuan bernama Geng Gulabi, dimulai dari kaum perempuan di desa Sampat Pal untuk melawan berbagai bentuk ketidakadilan sosial. Hal ini berkembang menjadi gerakan perempuan yang terorganisir dengan puluhan ribu anggota yang tersebar di beberapa kabupaten di Uttar Pradesh. Geng Gulabi terus berkembang dan terkenal ke seluruh dunia setelah diliput media, sebagai persaudaraan perempuan dengan seragam sari berwarna merah muda dan mempersenjatai diri dengan tongkat bambu, yang mereka gunakan setiap kali mereka membela perempuan korban kekerasan.
Program dan Kegiatan Geng Gulabi
Geng Gulabi yang awalnya didirikan sebagai alat perjuangan kaum perempuan dalam melawan budaya kekerasan dalam keluarga, terus berkembang dan membawa program yang membela kaum miskin pada umumnya. Kalau tadinya melawan pelaku kekerasan yang merupakan suami, orang tua atau saudara dari perempuan korban kekerasan, kemudian melawan juga para pejabat yang korup dan tidak memberikan pelayanan pada rakyat miskin. Tujuan perjuangan dari Geng Gulabi juga ditambah, yaitu bertujuan melindungi perempuan dari kekerasan dan memerangi korupsi, pemenuhan hak dasar masyarakat miskin di daerah pedesaan, serta menghapus tradisi pernikahan anak di bawah umur.
Untuk tujuan tersebut, Geng Gulabi melengkapi agenda kegiatan organisasinya dengan membuat pelatihan-pelatihan bagi kaum perempuan. Pelatihan ketrampilan dasar diberikan bagi para anggotanya, sehingga mendorong anggota untuk sanggup menjamin kebutuhan ekonominya, sekaligus mengembangkan kepercayaan diri agar bisa melindungi kehidupannya dari berbagai penyelewengan.
Geng Gulabi sebagai persaudaraan perempuan ini juga melengkapi organisasinya dengan fasilitas yang bisa digunakan oleh masyarakat miskin sekitarnya. Wujud konkret salah satunya adalah fasilitas untuk pernikahan lengkap, tapi sekaligus dengan penyadaran tentang bentuk pernikahan sederhana yang beaya disesuaikan dengan kondisi masyarakat itu sendiri. Hal ini tidak mudah, karena di India, apalagi di wilayah Uttar Pradesh, budaya pernikahan telah menjadi begitu mahal dan merupakan sumber keuntungan bagi industri pengelola pernikahan. Pernikahan dengan upacara keagamaan dan ritual adat biasa dilakukan besar-besaran, sering melebihi kemampuan sebenarnya dari ekonomi yang menikah dan keluarganya.
Di sisi lain, Geng Gulabi dengan bentuk pernikahan lebih murah tapi tetap lengkap prosesinya ini, memungkinkan menjadi pekerjaan kaum perempuan, karena di daerah pedesaan belum begitu dikuasai oleh industri pengelola pernikahan sebagaimana di kota dan desa pinggiran kota.
Karena perjuangan dan kerja nyata Geng Gulabi membela kaum perempuan dan kaum miskin, banyak penghargaan diterima dari berbagai pihak. Walaupun tentu saja penghargaan-penghargaan tersebut bukan diterima ketika awal Geng Gulabi didirikan. Sebagai bukti bahwa setiap perjuangan akan menemukan kemudahannya ketika terus dijalankan dengan konsisten, demi keadilan dan keseteraan. Perjuangan nyata penuh keberanian dan konsistensi tersebut telah ditunjukkan oleh satu persaudaraan perempuan miskin, bernama Geng Gulabi.
Posting Komentar